cumi123

syair sentana macau - Ancaman Gig Economy Bagi Pekerja RI yang Dikhawatirkan Jokowi

2024-10-08 03:36:52

syair sentana macau,lirik sholawat asyghil arab dan latin,syair sentana macauJakarta, CNN Indonesia--

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti ancamanĀ gig economybagi masyarakat Indonesia, terutama para pekerja.

Jokowi mengartikan gig economy sebagai ekonomi serabutan. Fenomena ini disebut muncul sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi.

"Perusahaan lebih memilih pekerja independen, perusahaan lebih memilih pekerja yang freelancer, perusahaan lebih memilih kontrak jangka-jangka pendek untuk mengurangi risiko ketidakpastian global yang sedang terjadi," wanti-wanti Jokowi dalam pembukaan Kongres ISEI dan Seminar Nasional 2024 yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (19/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sang Kepala Negara menerawang Indonesia dan negara global akan mengalami kondisi sedikit peluang kerja dibandingkan jumlah pelamar. Ancaman gig economy ini yang dikhawatirkan muncul di masa depan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan pekerja gig economy alias gig worker rentan terhadap ketidakpastian dan guncangan ekonomi. Selain itu, gig worker juga rentan mengalami stres imbas waktu kerja yang terlalu panjang.

"Pekerjaan tidak selalu ada, (tetapi) persaingan makin ketat antar-pekerja dan antar-platform. (Sedangkan) tata kelola dan kerangka regulasi masih belum memadai," kata Esther kepada CNNIndonesia.com, Senin (23/9).

Ia menegaskan ada plus-minus saat lapangan kerja di Indonesia beralih menjadi berbasis kontrak. Bagi pengusaha, pekerja kontrak jelas menguntungkan.

Esther menjelaskan pengusaha tidak ada kewajiban memberi gaji secara rutin bagi pekerja kontrak. Bahkan, mereka tak perlu repot-repot menyiapkan jaminan kecelakaan kerja hingga jaminan kesehatan untuk pekerja.

Lihat Juga :
Zulhas Akhirnya Buka Suara soal Alasan Izinkan Ekspor Pasir Laut

"Sementara bagi pekerja, itu (sistem kontrak) dirasa merugikan. Kalau menurut saya, harus saling menguntungkan, artinya berikan hak-hak pekerja tersebut," tegasnya.

Ada dua saran fundamental dari Esther untuk pemerintah ke depan. Pertama, mengatur berbagai skema perlindungan kerja, seperti perlindungan hari tua, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, hingga memperhatikan standar upah dan sistem proteksi sosial.

Kedua, peningkatan pendidikan. Esther mengatakan ini diperlukan agar tidak terjadi low skill labor trap.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengkritisi sikap Jokowi yang mewaspadai gig economy. Ia menekankan pemerintah seharusnya membersamai pekerja menghadapi fenomena tersebut.

Huda menyebut gig economy dekat dengan ekonomi digital. Sampai sekarang sektor ini juga belum ada aturan yang baku, termasuk bagi pekerja gig economy.

Lihat Juga :
Penipuan Modus Pegawai Pajak Merajalela, Bisa Kuras Rekening Korban

Ia menjelaskan gig worker sejenis pekerja atau mitra yang diwadahi platform, lalu dipertemukan dengan konsumen. Oleh karena itu, Huda menekankan pentingnya aturan khusus untuk pekerja kontrak atau freelance yang ada di perusahaan.

"Jadi, saya pribadi sebenarnya mendorong terbitnya UU Ekonomi Digital dan Kementerian Ekonomi Digital yang memang mengurus gig economy dan gig worker. Pekerja seperti driver ride-hailing (ojek online) dan pekerja online dapat dimasukkan dalam pekerja bidang ekonomi digital. Saya memilih untuk menuju ke sana," saran Huda.

Urusan pekerjaan berbasis kontrak alias perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU Ciptaker ini dikritik banyak pihak karena dianggap problematik dan menimbulkan banyak masalah baru.

Pasal 81 poin 15 UU Ciptaker, misalnya, yang menghapus batasan karyawan kontrak. Padahal, pasal 59 ayat 1 UU Ketenagakerjaan mengatur perusahaan hanya boleh mempekerjakan karyawan kontrak paling lama 3 tahun.

Jokowi lalu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 yang mengatur batasan waktu bagi pengusaha untuk merekrut PKWT. Jangka waktunya diperlama Jokowi dari yang diatur di UU Ketenagakerjaan, yakni bisa sampai 5 tahun.

"Saya mendukung jika UU Ciptaker dicabut seluruhnya, banyak pasal bermasalah terutama terkait dengan hak pekerja. Apalagi, hak pekerja freelance dan kontrak yang bisa dibayar harian tanpa ada kepastian keberlangsungan kerja. Jadi, lebih baik dicabut saja UU Ciptaker," tegas Huda.

Siapkah masyarakat Indonesia menghadapi ancaman gig economy?

Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat melihat Indonesia masih dalam proses menuju era digital, termasuk gig economy. Sebagian masyarakat di perkotaan sudah mulai beradaptasi dengan pola kerja digital ini.

Akan tetapi, Achmad menekankan sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih belum siap sepenuhnya menghadapi gig economy.

"Infrastruktur digital yang memadai, pendidikan teknologi, dan literasi keuangan harus terus ditingkatkan. Tantangan lainnya adalah menyiapkan tenaga kerja agar memiliki skill yang relevan dengan kebutuhan gig economy, seperti kemampuan digital, keterampilan komunikasi, dan adaptasi terhadap model kerja baru," tutur Achmad.

"Pemerintah harus lebih fokus pada peningkatan keterampilan atau upskilling serta reskilling untuk memastikan transisi ini berlangsung dengan baik dan tidak menciptakan kesenjangan yang lebih besar di masyarakat," sambungnya.

Achmad mengamini kehadiran UU Ciptaker berkontribusi terhadap menjamurnya pekerja kontrak dan freelancer. Ini yang pada akhirnya membahayakan nasib pekerja, seperti yang diwanti-wanti Jokowi.

Lihat Juga :
Daftar Orang Terkaya Singapura Kelahiran Indonesia

Ia menegaskan UU Ciptaker harus direvisi total. Menurutnya, beleid ini memperkuat fleksibilitas perusahaan, tetapi memperbesar kesenjangan tenaga kerja karena tidak ada aturan jelas terkait standar upah, jam kerja, dan asuransi bagi pekerja lepas.

"Tanpa revisi total, potensi ketimpangan sosial dan ekonomi akan semakin besar karena pekerja non-tetap semakin rentan terhadap ketidakpastian. Oleh karena itu, revisi total UU Cipta Kerja sangat mendesak agar peraturan ini mampu menghadapi tantangan gig economy serta melindungi tenaga kerja Indonesia dengan lebih adil dan berkelanjutan," sarannya.

Menurutnya, peraturan khusus untuk menghadapi gig economy cukup dituangkan dalam revisi UU Ciptaker. Namun, Achmad menyarankan revisi ini harus memuat ketetapan khusus untuk gig economy dengan menetapkan standar perlindungan minimum bagi para pekerja kontrak hingga freelancer.

Achmad merinci empat poin utama untuk mengakomodir nasib gig worker.Pertama,standar kontrak pekerja yang jelas dan transparan antara pekerja dan platform yang mempekerjakan mereka.

[Gambas:Photo CNN]

Kedua, perlindungan berupa jaminan sosial. Ia menekankan gig worker perlu diberikan akses ke jaminan sosial, seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, agar tetap mendapatkan perlindungan dalam aspek kesehatan serta asuransi.

Ketiga, Achmad menyarankan adanya aturan khusus soal regulasi sistem pajak bagi pekerja kontrak dan freelancer.

"Peraturan baru (revisi UU Ciptaker) juga harus mengatur pajak penghasilan bagi pekerja gig yang bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan penghasilan yang diterima. Sehingga mereka tidak terbebani oleh pajak yang terlalu tinggi atau tidak relevan," jelas Achmad.

Keempat, adanya pengaturan jam kerja dan skema upah minimum. Ia menegaskan tetap perlu ada standar upah minimum yang adil dan batasan kerja wajar, meski pekerja gig punya fleksibilitas bekerja.

"Dengan memasukkan peraturan khusus terkait gig economy dalam UU Ciptaker yang baru, pemerintah dapat mengantisipasi dampak negatif dari fleksibilitas pekerjaan ini. Sambil tetap melindungi hak-hak pekerja dan menjaga stabilitas sosial di tengah perubahan pola kerja di era digital," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]