cumi123

nomor pocong - Kolaborasi Lintas Sektor untuk Mendukung Strategi Keuangan Inklusif

2024-10-07 22:04:29

nomor pocong,link togel 77 login,nomor pocong

Catatan:Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Opini ini ditulis bersama Dr. Ferry Irawan, S.E., M.S.E Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia selaku Sekretaris Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI).

Insepsi Inklusi Keuangan dalam Roda Ekonomi

Dewasa ini, inklusi keuangan telah menjadi istilah yang sudah lumrah dan terucap dalam berbagai perbincangan publik, baik dalam diskusi pemangku kepentingan, kajian, bahkan media massa. Inklusi keuangan merupakan konsep penting dalam upaya menciptakan akses keuangan yang adil bagi semua lapisan masyarakat. Dengan inklusi keuangan, diharapkan setiap orang dapat memperoleh layanan keuangan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mengembangkan usaha, dan mengelola risiko keuangan. Pengarusutamaan inklusi keuangan adalah bagian integral dari paradigma ekonomi pembangunan. Maka tidak salah bahwa pencapaiannya ditempatkan secara strategis dalam haluan perencanaan nasional, termasuk dalam perencanaan jangka panjang dan jangka menengah.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, peningkatan nilai tambah ekonomi melalui pendalaman sektor keuangan menjadi salah satu arah kebijakan utama. Tantangan utamanya adalah bagaimana meningkatkan akses keuangan formal di masyarakat, dari yang sebelumnya unbankedmenjadi bankable.Menavigasi problematika disparitas akses keuangan ini, sudah tepat langkah yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan untuk memberikan akses keuangan yang mudah kepada masyarakat dengan pengembangan teknologi dan dorongan inovasi oleh pelaku sektor keuangan.

Sejalan dengan arahan ekonomi yang semakin digital, Pemerintah memainkan peran dalam mendukung pengembangan pelayanan dasar berupa fondasi teknologi yang dapat dioperasikan dan dimanfaatkan di sektor keuangan. Jalur publik untuk inovasi swasta ini dikenal luas sebagai Digital Public Infrastucture(DPI) dan pemanfaatanya di sektor keuangan berupaya untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat.

Semangat perencanaan pembangunan nasional dalam RPJMN untuk menghadirkan keuangan inklusif dengan balutan kerja sama lintas sektor diperdalam lagi dengan hadirnya Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan lewat Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2016. Komitmen ini kemudian diperbarui dengan Peraturan Presiden No. 114 Tahun 2020.

Peraturan ini memuat strategi dan indikator pencapaian inklusi keuangan di Indonesia. Selain itu, peraturan ini juga mengatur pembentukan Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) yang berfungsi sebagai koordinator pelaksanaan SNKI di tingkat antar lembaga, mengkaji kebijakan sektoran terkait inklusi keuangan, serta memantau dan mengevaluasi capaian pada setiap tahunnya.

SNKI menggariskan bahwa inklusi keuangan merupakan isu nasional yang mendesak, terutama bagi masyarakat yang belum terlayani layanan keuangan formal. Diperlukan berbagai langkah konkret untuk memastikan beragam kelompok masyarakat, khususnya yang berdomisili di wilayah suburban dan rural, memiliki kesetaraan hak dalam kepemilikan, akses, dan edukasi keuangan. Peran aktif dan inovasi dari berbagai lembaga keuangan menjadi signifikan untuk mewujudkan capaian tersebut.

Oleh karena itu, salah satu elemen kunci dalam SNKI adalah pemanfaatan teknologi di sektor keuangan. Langkah ini kemudian membuka peluang bagi lembaga keuangan digital untuk mengambil peran sebagai akselerator inklusi keuangan melalui inovasi teknologi, layanan, dan kemudahan yang dihadirkan.

Menggapai Akses Keuangan yang Menyeluruh

Dalam implementasinya, capaian keuangan inklusif kian menunjukkan tren positif yang konsisten dari tahun ke tahun. Dalam laporan pelaksanaan SNKI, pada tahun 2023 tingkat inklusi keuangan di Indonesia mencapai 88,7%, atau meningkat 3,6 poin persentase dari tahun 2022 yang sebesar 85,1%, dimana target 2024 adalah sebesar 90 persen.

Namun demikian, upaya tersebut sering kali dihadang oleh rendahnya tingkat literasi keuangan di kalangan masyarakat. Literasi keuangan merujuk pada pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai produk keuangan, manajemen keuangan pribadi, investasi, dan sebagainya. Kurangnya literasi keuangan dapat menyebabkan masyarakat rentan terhadap penipuan, kesulitan dalam mengelola keuangan, dan kurangnya partisipasi dalam sistem keuangan formal.

Pemerintah dan lembaga keuangan di Indonesia melakukan upaya yang lebih besar dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Hal ini dilakukan melalui program-program edukasi keuangan, pelatihan, dan kampanye yang akan memperkuat pemahaman masyarakat. Serta dengan adanya kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan dalam membangun literasi keuangan di Indonesia.

Walaupun mayoritas masyarakat telah memiliki akses yang baik terhadap ponsel dan internet dimana hal tersebut berkaitan erat dengan ragam tantangan inklusi keuangan yang disebabkan oleh kerentanan dan kesenjangan sosial ekonomi, seperti rendahnya literasi terhadap produk layanan keuangan, skeptisisme masyarakat-terutama pada kelas ekonomi menengah ke bawah-dalam mengakses produk layanan keuangan tertentu, serta sulitnya akses terhadap kantor cabang bank dan mesin ATM yang mayoritas berlokasi di Pulau Jawa (62,55%). Ketimpangan antargender pun menjadi tantangan tersendiri, mengingat indeks inklusi keuangan laki-laki masih lebih tinggi dari perempuan, dengan indeks literasi keuangan yang berbanding terbalik.

Segmen sasaran kunci inklusi keuangan yang menjadi prioritas yang belum terlayani dengan baik oleh layanan keuangan formal (financially excluded groups), di antaranya masyarakat berpenghasilan rendah, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dan masyarakat lintas kelompok. Pada segmen masyarakat lintas kelompok, di dalamnya terdiri dari pemuda/pelajar, masyarakat dengan masalah sosial, penyandang disabilitas, perempuan, pekerja migran Indonesia dan keluarganya, serta masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan.

Tentunya, bukan hal yang mudah untuk merangkul dan memastikan bahwa segmen sasaran prioritas tersebut tak tertinggal. SNKI menekankan pentingnya keuangan digital sebagai intermediasi yang optimal dalam memperluas inklusi keuangan, diiringi dengan penguatan literasi dan keterampilan digital. Kemunculan dompet digital sebagai angin segar pada sektor keuangan digital menunjukkan potensi besar untuk menjadi solusi dalam menjangkau masyarakat secara luas, tanpa memandang latar belakang dan batas geografis.

Sinergi Multipihak lewat Digital Public Infrastucture (DPI)

Berawal saat pandemi Covid-19, dompet digital telah menjadi inovasi unggul dalam sektor keuangan digital yang kian naik daun. Transformasi gaya hidup dari tunai ke nontunai telah mengungkap berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh layanan ini. Adopsi cepat berbasis ponsel, proses verifikasi identitas yang efisien, antarmuka yang praktis (user-friendly), serta perlindungan konsumen yang andal, menjadi nilai tambah yang meningkatkan preferensi masyarakat terhadap dompet digital.

Menyelaraskan dengan tiga indikator kinerja inklusi keuangan menurut SNKI, yaitu jangkauan akses, penggunaan, dan kualitas, kehadiran dompet digital telah memberikan dampak signifikan dalam mempercepat pencapaian ketiga aspek tersebut. Pada indikator jangkauan akses, dompet digital berperan dalam meningkatkan pemanfaatan Quick Response Code Indonesian Standard(QRIS). Dalam hal aspek penggunaan, dompet digital berkontribusi dengan meningkatkan jumlah pengguna layanan keuangan digital serta penerima insentif pemerintah. Sementara itu, pada faktor kualitas, dompet digital berkontribusi melalui penyediaan program literasi keuangan dan penyelesaian aduan konsumen secara responsif.

Laporan Pelaksanaan SNKI 2023 mencatat penggunaanE wallet/Dompet Elektronik/Uang Elektronik menunjukkan tren yang terus bertumbuh. Jumlah uang elektronik registered (berbasis server maupun kartu) mengalami peningkatan signifikan sebesar 11,24 persen yaitu mencapai angka 150.687.993** dari yang tahun sebelumnya adalah 135.462.780. Mayoritas tujuan penggunaannya adalah untuk pembelian barang 68,2%, diikuti dengan mengirim/menerima uang (33,2%), pembayaran tagihan (31,1%), dan menyimpan uang (25,1%).

Berbagai pencapaian ini adalah bukti dari peran aktif Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan infrastruktur publik digitalnya yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak lewat pengembangan DPI. Secara luas, DPI telah meningkatkan konektivitas dan akses layanan digital dan secara khusus mengatur pemanfaatannya untuk perlindungan data pribadi, pelindungan konsumen, dan keamanan siber. Sebagai contoh, dalam mengakses layanan keuangan masyarakat dimudahkan untuk proses verifikasi untuk memvalidasi identitasnya atau yang dikenal luas sebagai know your costumer(KYC).

Dengan fondasi infrastuktur yang difasilitasi oleh DPI, semakin banyak pula berbagai layanan keuangan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pemanfaatan DPI juga mendorong edukasi dan literasi keuangan pada berbagai kelompok masyarakat, khususnya untuk segmen sasaran prioritas. Seperti misalnya fitur Government to Public(G2P) lewat hadirnya program Kartu Prakerja dan Public to Government(P2G) untuk berbagai layanan transaksi pembayaran sektor publik.

Sinergi tersebut menjadi bukti bahwa kehadiran dompet digital di Indonesia tidak hanya sebagai alat pembayaran semata, tetapi juga sebagai komponen penting dalam DPI. Dompet digital mampu memperluas inklusi keuangan, meningkatkan literasi keuangan, serta menyediakan layanan sesuai kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, integrasi yang kokoh dengan DPI turut meningkatkan kepercayaan dan efisiensi teknologi yang ditawarkan oleh layanan tersebut. Ini merupakan langkah krusial untuk memastikan bahwa inovasi seperti dompet digital dapat diakses dengan lebih luas dan memberikan manfaat yang nyata bagi seluruh masyarakat.

Peran Strategis Swasta dalam Menggapai Inklusi Keuangan

Dampak nyata dari kehadiran inovasi dompet digital terhadap inklusi keuangan, salah satunya dapat dirasakan oleh pelaku UMKM yang berada dalam ekosistem keuangan digital. Berdasarkan penelitian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) tahun 2023 terhadap lebih dari 400 UMKM pengguna DANA, ditemukan bahwa pemanfaatan dompet digital yang diiringi dengan literasi berpengaruh signifikan terhadap efisiensi transaksi, pengurangan risiko penipuan, dan penyederhanaan proses pembayaran dalam aktivitas bisnisnya.

Studi ini mencatat peningkatan signifikan dalam kecepatan proses jual-beli hingga 66%, dari 30 detik menjadi hanya 10 detik. Selain itu, volume transaksi meningkat sebesar 20%, dan lebih dari 30% pelaku UMKM melaporkan peningkatan kemampuan untuk mempekerjakan lebih banyak karyawan pasca adopsi keuangan digital. Meninjau cakupan yang lebih luas, riset juga menemukan bahwa lebih dari 96,5% responden merasa akses mereka terhadap layanan keuangan meningkat, dengan 98,4% melaporkan peningkatan literasi keuangan dan 98% peningkatan literasi digital.

Maka bukan suatu hal yang mustahil bahwa kehadiran inovasi dompet digital di Indonesia dapat mengakselerasi tercapainya target akhir inklusi keuangan 90% pada tahun 2024, baik dalam indikator kinerja jangkauan akses, jangkauan penggunaan, dan jangkauan kualitas. Untuk memperkuat hal ini, SNKI perlu lebih melibatkan peran aktif dompet digital selaku game changer dalam sistem pembayaran, khususnya bagi masyarakat dalam segmen prioritas.

Adanya kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan saat ini diperlukan penguatan kelembagaan dan strategi yang tepat untuk meningkatkan program literasi keuangan. Hal ini didukung dengan rencana penerbitan Peraturan Pemerintah (PP), pembentukan Komnas Literasi dan Inklusi Keuangan (Komnas LIK), serta penyempurnaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) menjadi Strategi Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (Stranas LIK). Sementara itu, di tingkat daerah penguatan literasi keuangan ini akan dilakukan melalui penguatan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), yang akan diperluas dan diperkuat menjadi Tim Percepatan Literasi dan Inklusi Keuangan Daerah (TPLIKD). Ini sejalan dengan mandat UUP2SK untuk memperkuat koordinasi dan efektivitas program literasi dan inklusi keuangan di seluruh Indonesia.

Bagi para pelaku industri dompet digital, tantangan berikutnya adalah mengembangkan teknologi yang lebih inklusif dan tepat sasaran, serta terus meningkatkan literasi masyarakat seiring berbagai inovasi yang dihadirkan, dengan berpegang teguh pada prinsip perlindungan konsumen. Inklusi keuangan tidak hanya merupakan isu makroekonomi semata, melainkan juga membutuhkan pendekatan yang holistik untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat menikmati hasil dari inklusi keuangan. Hal ini tidak hanya akan mendorong stabilitas ekonomi bagi masa depan Indonesia, tetapi juga mengurangi tingkat kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah.

Baca:
Warga RI Makin Doyan Utang, Produk Paylater Tumbuh 37% per Juli 2024

 


(rah/rah)