cumi123

toto sdy 6d - Berhitung Rugi RI Imbas Jeblok Rupiah 'Dihantam' AS dan Timur Tengah

2024-10-08 04:30:56

toto sdy 6d,skor pss vs persib,toto sdy 6dJakarta, CNN Indonesia--

Pelemahan rupiahdi momen libur Lebaran 2024 makin mengenaskan pada Selasa (16/4) kemarin. Kurs jatuh hingga Rp16.005 perdolar AS atau minus 0,99 persen saat perdagangan resmi dibuka usai libur panjang.

Jatuhnya mata uang Garuda di momen Idulfitri 1445 H dibarengi dengan kekhawatiran Israel diserang. Negara Zionis itu dihujani ratusan drone oleh Iran pada Minggu (14/4).

Aksi itu merupakan balasan lantaran Israel menyerang kantor konsulat Iran di Damaskus, Suriah, yang menewaskan beberapa petinggi Garda Korps Revolusi Iran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, Josua mengatakan catatan buruk itu melampaui level Rp16 ribu untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir. Ia menyebut ini terjadi imbas akumulasi beberapa indikator yang terjadi selama masa libur panjang.

"Kembali memanasnya konflik geopolitik di Timur Tengah setelah Iran menyerang Israel membuat banyak investor menjadi risk-off dan lebih memilih aset-aset safe haven. Ini menyebabkan aliran modal keluar dari pasar-pasar negara berkembang, termasuk Indonesia," ucap Josua kepada CNNIndonesia.com,Rabu (17/4).

Di lain sisi, ia menyoroti data teranyar yang menunjukkan solidnya ekonomi Amerika Serikat (AS). Inflasi tahunan AS meningkat, klaim pengangguran menurun, dan penjualan ritelnya menguat.

Sentimen dari Negeri Paman Sam itu menjadi indikasi penundaan pemotongan suku bunga oleh The Fed alias higher for longer. Ekspektasi pasar terhadap The Fed pun berubah, bank sentral AS itu diprediksi baru akan memangkas suku bunga pada September 2024 mendatang.

Pada akhirnya, mata uang AS terus menunjukkan tajinya. Indeks dolar AS bahkan terus naik 0,05 persen pada 16 April 2024 kemarin, menjadi 106,26 atau merupakan level tertinggi sejak 1 November 2023.

Lihat Juga :
Siapa Pemilik Khong Guan, Biskuit Legendaris Tiap Lebaran?

Serupa, Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra mengatakan penundaan pemangkasan suku bunga acuan di AS terus menekan rupiah. Ia menegaskan rupiah memang rentan dengan faktor eksternal, terlebih sekarang ada konflik di Timur Tengah.

Ariston meramal rupiah baru akan turun jika konflik Iran dan Israel mereda. Ia memprediksi rupiah akan terus bergerak turun terhadap dolar AS mencapai level Rp16.800 hingga Rp17 ribu.

"Current account deficit yang dialami Indonesia saat ini membuat rupiah rentan dengan pelemahan karena faktor eksternal," jelas Ariston.

"Current account deficit berarti Indonesia memerlukan dolar AS lebih banyak untuk memenuhi permintaan dolar. Oleh karena itu, membuat current account surplus membantu menjaga ketahanan nilai tukar rupiah," sambungnya.

Lihat Juga :
ANALISIS'Ngeri' Dampak Berantai Perang Iran-Israel Bagi Perekonomian RI

Lantas, apa saja ancaman yang menghantui perekonomian Indonesia jika rupiah terus melemah?

1. Inflasi

Ariston mengatakan inflasi harus diwaspadai pemerintah jika rupiah terus-terusan melemah. Anjloknya mata uang Garuda sangat berpengaruh terhadap masyarakat karena banyak barang kebutuhan masyarakat dan industri diperoleh dari impor.

Jika tak diantisipasi, perekonomian Indonesia terancam. Ariston menyebut akan ada perlambatan ekonomi jika ini dibiarkan.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo juga mewanti-wanti 'hantu' inflasi.

"Inflasi akan meningkat tajam, beban hidup rumah tangga semakin berat. Harga-harga akan naik mengikuti inflasi jika pelemahan terus berlanjut karena nilai rupiah semakin kecil," ujarnya.

2. Daya beli tergerus

Peneliti Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI Teuku Riefky mengatakan depresiasi mata uang yang terjadi erat kaitannya dengan imported inflation. Ia mencontohkan akan terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Berpotensi menggerus daya beli masyarakat dan juga menambah beban fiskal," ucap Riefky.

Lanjut ke halaman berikutnya...

3. Beban utang luar negeri

Ariston mengatakan beban pembayaran utang luar negeri Indonesia juga akan meningkat. Jika dibiarkan, ini bakal mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Josua Pardede juga mewanti-wanti hal tersebut. Menurutnya, pembayaran pokok utang luar negeri akan meningkat dan memuncak setiap kuartal kedua setiap tahunnya.

Ia mengatakan faktor musiman tersebut yang juga ikut menekan rupiah.

4. Pengusaha gigit jari

Josua mengatakan para pelaku usaha di sektor ekonomi yang rajin mengimpor tentu akan terdampak anjloknya rupiah. Pengusaha harus putar otak untuk memitigasi ancaman merugi.

"Para pelaku usaha dapat mengoptimalkan transaksi lindung nilai sehingga dapat membatasi risiko peningkatan biaya produksi yang ditimbulkan oleh pelemahan nilai tukar," saran Josua.

Sutopo Widodo juga berpesan terhadap perusahaan yang memenuhi kebutuhannya selama ini dengan barang dari luar negeri. Menguatnya dolar AS membuat harga-harga barang impor semakin mahal.

Apalagi, pabrik yang mengimpor barang atau bahan produksi juga berutang dalam mata uang dolar AS. Sutopo mengatakan beban pengusaha akan semakin berat karena utang bertambah sehingga membahayakan cash flow perusahaan.

5. Investor kabur

Terakhir, Ariston Tjendra mewanti-wanti kaburnya para investor dari Indonesia. Ini bisa saja terjadi jika pelemahan tak kunjung reda.

"Ancaman untuk Indonesia kalau rupiah terus melemah, antara lain kepercayaan investor atau pasar menurun," wanti-wanti Ariston.

"Dana bisa keluar dari Indonesia yang menambah pelemahan rupiah," imbuhnya.

Di lain sisi, Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan pelemahan rupiah bisa menurunkan valuasi nilai aset investasi.

[Gambas:Photo CNN]

Siasat yang harus dilakukan Bank Indonesia (BI)

Meski ada beberapa ancaman nyata, Josua Pardede menilai dampak pelemahan nilai tukar rupiah kepada masyarakat luas cenderung kecil. Menurutnya, efeknya tak banyak karena pendapatan dan pengeluaran masyarakat umumnya dalam bentuk rupiah.

"Oleh sebab itu, masyarakat tidak perlu khawatir dengan dampak dari pelemahan rupiah terhadap daya beli masyarakat dan perekonomian domestik," ucap Josua.

Josua menjelaskan apa yang terjadi di 2024 ini juga berbeda dengan kondisi 1998 lalu. Pasalnya, pada saat itu rupiah melemah dari level Rp4.000 ke Rp16 ribu karena krisis mata uang yang menyebar dari pelemahan bath Thailand.

Pada pandemi covid-19 2020 lalu, rupiah juga sempat melemah hingga menembus level Rp16 ribu, tetapi itu bukan pelemahan permanen.

Josua menegaskan faktor fundamental ekonomi Indonesia saat ini masih solid dan kuat, meski rupiah anjlok.

"Kami melihat bahwa BI masih dapat mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate pada level 6 persen (di April 2024). Untuk menahan pelemahan rupiah lebih lanjut, sebenarnya BI masih punya amunisi yang cukup banyak atau kuat, ditopang oleh cadangan devisa yang masih terbilang relatif tinggi, sehingga BI masih bisa masuk dan melakukan intervensi ke pasar valuta asing," tuturnya.

"Jika kondisi global tidak mendukung dan permintaan safe haven terus meningkat sehingga terjadi risk off yang berujung pada pelemahan rupiah terus menerus meski BI sudah melakukan intervensi, memang ada ruang BI melakukan kenaikan BI rate. Kami melihat menaikkan BI rate merupakan opsi terakhir untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," sambung Josua.

Myrdal Gunarto juga berpendapat mempertahankan suku bunga acuan menjadi opsi yang tepat untuk memulihkan nilai tukar rupiah. Ia menilai stabilisasi suku bunga bisa menjaga daya tarik aset investasi domestik di mata investor global.

Di lain sisi, ia meminta BI berkomunikasi lebih intensif dengan eksportir.

"Ini terkait langkah gerak cepat untuk memasukkan devisa hasil ekspor (DHE) ke sistem moneter nasional untuk menambah suplai dolar AS di dalam negeri," saran Myrdal.

[Gambas:Video CNN]