cumi123

ceria 123 - Abdul Malik Al Houthi, Pemimpin Oposisi Yaman yang Mendukung Palestina

2024-10-08 01:56:50

ceria 123,togelon login link alternatif,ceria 123Jakarta, CNN Indonesia--

Abdul Malik Al Houthi merupakan salah satu pemimpin gerakan Islam politik-militer Houthi di Yaman.

Kelompok tersebut muncul sebagai oposisi terhadap mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.

Lihat Juga :
Pakar Asing Ungkap Faktor Koalisi Prabowo-Jokowi Bisa Pecah

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, siapakah sebenarnya sosok yang pemimpin gerakan milisi Houthi tersebut?

Abdul Malik Al Houthi telah menjadi pemimpin spiritual, militer, dan politik Houthi sejak 2007.

Ia lahir di Saada, Utara Yaman pada 1979. Ia termasuk ke dalam suku Houthi yang berpendudukan di Utara Yaman.

Masa kecilnya ia habiskan bersama kakanya, yaitu Hussein Badaruddin Houthi yang vokal terjun ke dunia politik saat masa Perang Sipil Yaman pada 2014. Mereka merupakan putra dari tokoh Syiah Zaidah Yaman, Sheikh Badruddin Al-Houthi.

Sejak pemerintah Yaman dipimpin oleh Ali Abdullah Saleh melakukan kerja sama dengan Amerika Serikat untuk melawan terorisme, kaum Houthi merasa hal tersebut telah menyimpang dari pandangan negaranya.

Kaum Houthi menyatakan bahwa demokrasi akan menimbulkan para pimpinan Yahudi menguasai Yaman.

Lihat Juga :
KILAS INTERNASIONALPasukan India Naik Kelas sampai Imam Masjidil Haram Sujud Sahwi

Pada akhirnya, kelompok Houthi yang dipimpin oleh Hussein tersebut terang-terangan menolak langkah pemerintah hingga membuat gerakan oposisi.

Dilansir dari artikel oleh J.E Peterson 'The al-Huthi Conflict in Yemen', menyatakan bahwa Houthi menuntut kepada pemerintah agar membuatkan otonomi lebih besar dan peran Islam Syiah secara luas di Yaman.

Namun, pemerintah menuding Houthi sebagai suatu aliran dan gerakan separatis untuk menggulingkan sistem pemerintah.

Hingga pada 2004, pemerintah berhasil menangkap dan membunuh Hussein Badruddin Al Houthi. Secara tidak langsung, Abdul Malik Al Houthi langsung mengambil alih gerakan tersebut dan melanjutkannya.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Pada 2014, sebuah perang sipil pun pecah di Yaman. Perang tersebut melibatkan dua pihak yakni Houthi dengan Pemerintah Yaman yang saat itu bekerja sama dengan AS.

Abdul Malik yang saat itu memimpin Houthi mengklaim bahwa penguasaan Houthi terhadap Yaman menjadi sebuah langkah "kemenangan" bagi rakyat Yaman.

Situs lembaga think-tank Wilson center melaporkan bahwa Kementrian Keuangan AS sempat menjatuhkan sanksi kepadanya.

"(Abdul Malik terlibat dalam tindakan yang) mengancam perdamaian, keamanan, atau stabilitas Yaman," ujar Kemkeu AS seperti yang dikutip dari situs tersebut.

Namun, kepiawaiannya dalam gerakan milisi tersebut dapat terlihat jelas dari bagaimana ia menguasai politik Yaman hingga mengklaim simpati masyarakatnya.

Dirinya pun sempat muncul di kanal Al Jazeera setelah menghadapi tudingan atas dirinya yang terbunuh atas serangan udara pada 2009.

Lihat Juga :
3 Ulama Indonesia yang Pernah jadi Imam Masjidil Haram Mekkah

"Rezim membuat pernyataan ini untuk membenarkan pembantaian dan penargetan warga sipil, di antaranya perempuan dan anak-anak," ujarnya seperti yang dikutip dariMiddle East Eye.

Saat ini ia merupakan orang yang paling berkuasa di Yaman. Di usianya yang menginjak 32 tahun ia memimpin pemberontakan yang telah mengguncang pemerintah Yaman hingga ke akar-akarnya.

Terlebih, saat ini kelompok Houthi yang menguasai sebagian besar Yaman telah menyerang kapal-kapal laut di Laut merah sejak November 2023. Sontak, hal tersebut memicu perhatian para pemimpin negara Barat khusunya AS dan Inggris.

Lihat Juga :
5 Besar Pasukan Khusus Kelas Dunia, MARCOS India Peringkat Berapa?

"Mereka mampu bertahan selama delapan tahun terakhir, memperluas kekuatan mereka, namun kini mereka mengundang serangan udara dari militer paling kuat di dunia," ujar Tobbias Borck, seorang peneliti senior Keamanan Timur Tengah di Royal United Services Institute seperti dikutip oleh reuters.

Hingga kini, mereka mengklaim hal ini sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.