cumi123

pos4d demo - INDEF Nilai Pemerintah Ogah Ambil Risiko Selamatkan Industri Tekstil

2024-10-08 00:10:51

pos4d demo,astra338,pos4d demoJakarta, CNN Indonesia--

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pemerintah enggan mengambil risiko besar untuk menyelamatkan industritekstil.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mulanya menyoroti kinerja industri tekstil dan industri pakaian jadi (wearing apparels) di dalam negeri yang terpuruk.

Ia melihat pemerintah lebih memprioritaskan hilirisasi di bidang pertambangan dibanding mengurus industri tekstil dan industri pakaian jadi di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia, pemerintah seharusnya tidak 'menganaktirikan' industri tekstil. Pasalnya, industri tersebut memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

"Padahal kita tahu bahwa tekstil, kalau kita tarik ke belakang ini sebetulnya adalah bagian dari hilirisasi di migas. Jadi tekstil ini produk hilirnya petrokimia. Seharusnya pemerintah memberikan effortyang besar juga. Tidak pandang bulu. Jangan memprioritaskan hilirisasi pertambangan saja," tegasnya.

Ia mengingatkan industri pengolahan non migas pada 2023 memberikan kontribusinya sebesar 16,8 persen terhadap PDB.

Adapun lima subsektor industri yang berkontribusi di antaranya makanan dan minuman; kimia, farmasi dan obat tradisional; logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik; alat angkutan; dan termasuk industri tekstil dan pakaian jadi.

Lihat Juga :
Riset LPEM UI: Kelas Menengah Turun Lebih dari 8,5 Juta Sejak 2018

Andry berpendapat posisi industri tekstil dan pakaian jadi bakal tergeser dari lima subsektor industri terbesar yang berkontribusi terhadap PDB pada 2024 oleh industri logam. Hal ini dikarenakan industri tekstil yang semakin terpuruk.

Proyeksi tergesernya industri tekstil tersebut dilihat dari kinerja industri logam dasar yang pertumbuhannya cukup tinggi, bahkan tumbuhnya double digit.

Ia pun berharap seluruh stakeholderterkait dalam pemerintahan turun tangan mempersiapkan langkah-langkah untuk mencegah hal ini. Bahkan, pihaknya berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut andil dalam melihat keterpurukan industri tekstil yang memberikan kontribusi tenaga kerja yang cukup besar ini.

"Kami tahu juga bahwa sekarang kementerian-kementerian teknis terkait, menteri-menteri terkait, bahkan jajarannya sekalipun itu tidak mau mengambil risiko yang cukup besar begitu ya di dua bulan terakhir atau tiga bulan terakhir ini, tidak ingin mengambil risiko untuk mengeluarkan apakah itu insentif, apakah itu terkait dengan regulasi dan lain sebagainya," ucap Andry.

Lihat Juga :
Tanda-tanda Daya Beli Masyarakat Menengah Turun

Ia pun menyayangkan sikap pemerintah, khususnya para menteri, yang menyepelekan proses pemindahan tangan ke pemerintahan selanjutnya terkait regulasi tertentu.

Lebih lanjut, berdasarkan analisis yang dilakukan INDEF terhadap respons masyarakat di media sosial X, ditemukan sebanyak 64,09 persen warganet tidak percaya dengan satuan tugas (satgas) impor efektif untuk mengatasi impor ilegal.

Pasalnya, berkaca dari kebijakan pembentukan satgas sebelumnya, pembentukan satgas dinilai tidak memberikan efek signifikan. Penggerebekan gudang barang ilegal di samping mendapatkan apresiasi juga mendapatkan kritik netizen.

"Ternyata sebagian besar masih skeptis bahwa satgas impor ilegal akan efektif untuk mengatasi impor ilegal ini. Terlalu banyak satgas dikita tuh ya ada 10, ada masalah ada satgas," ucap Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto dalam kesempatan yang sama.

Lihat Juga :
Mencoba Menghitung Biaya HUT RI yang Melonjak Imbas Upacara di IKN

Dalam waktu yang sama, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengkritik sikap pemerintah yang sedikit-sedikit melahirkan satgas untuk tindakan penanganan. Ia menilai hal ini hanya menjadi kebiasaan buruk bagi pemerintah.

"Karena ketika satgas dibentuk itu menunjukkan bahwa pemerintah lemah dalam koordinasi birokrasi. Pemerintah tidak memiliki cukup kontrol terhadap tugas pokok dan fungsi dari masing-masing kementerian. Nah, pemerintah memiliki kelemahan disitu sehingga sedikit-sedikit dibentuk satgas, ada masalah apa satgas muncul," ucap Danang.

Ia berpendapat pembentukan satgas hanya dilakukan demi menyenangkan publik. Danang melihat belum pernah satgas yang dibentuk pemerintah benar-benar menghasilkan penuntutan penindakan hukum.

"Kasian kementerian-kementerian yang berjuang mempertahankan industri manufaktur kita. Kasian kementerian yang berjuang untuk mempertahankan UKM kita, Kemenkop UKM misalnya, kementerian perindustrian misalnya, kementerian pariwisata misalnya," imbuh Danang.

"Mereka ini berjuang untuk meningkatkan kapasitas dalam negeri kita, tapi ada beberapa kementerian lain yang kemudian malahan merecoki dengan membanjiri barang-barang kita dengan cara-cara yang tidak terhormat dan ada pembiaran terhadap perlakuan seperti itu tanpa penindakan hukum," tegas Danang lebih lanjut.

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat pertumbuhan industri tekstil terkontraksi minus 2,63 persen secara kuartalan pada kuartal II 2024.

Sementara, secara tahunan (yoy) pertumbuhan industri tekstil terkontraksi 0,03 persen. Kontraksi tersebut terjadi di tengah pertumbuhan ekonomi RI yang mencapai 5,05 persen (yoy) pada kuartal II 2024.

Sepanjang Januari hingga Juni 2024, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat industri tersebut telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 13.800 buruh. Fenomena ini memang tak lepas dari sepinya permintaan buntut maraknya produk impor yang harganya lebih murah.

[Gambas:Video CNN]



(del/sfr)